INFORMASI :

:: Selamat Datang di Website Resmi Pemerintah Desa Pondokgebangsari ::

Tradisi dan Adat Istiadat Desa Pondokgebangsari

Tradisi dan Adat Istiadat Desa Pondokgebangsari

Tradisi dan Adat Istiadat Desa Pondokgebangsari

Adat istiadat yang ada di desa Pondokgebangsari cukup beragam dan sudah berlangsung cukup lama. Adat istiadat ini merupakan warisan turun temurun dari leluhur. Masyarakat desa Pondokgebangsari sering menyebut dengan istilah “slametan” yakni suatu tradisi atau syukuran dengan mengundang beberapa tetangga atau kerabat yang kemudian membaca doa dan menyajikan beberapa makanan yang menjadi ciri khas pada acara slametan. Beberapa adat istiadat yang masih rutin dilakukan oleh masyarakat desa Pondokgebangsari antara lain yaitu :

1. Sedekah Bumi

Pelaksanaan sedekah bumi di desa Pondokgebangsari tidak terikat dengan waktu. Biasanya sedekah bumi ini dilaksanakan ketika pemerintah desa Pondokgebangsari selesai membangun bangunan fisik seperti talud maupun rabat. Harapannya bangunan tersebut dapat bertahan lama, awet dan memberikan manfaat bagi masyarakat desa Pondokgebangsari khususnya dan warga sekitar secara umum. Tujuan diadakan slametan ini supaya semuanya “waras slamet” artinya masyarakat desa Pondokgebangsari dapat diberikan Kesehatan dan keselamatan.

2. Slametan Kematian

Disebagian desa yang ada di kabupaten Kebumen pasti sudah umum melaksanakan slametan ketika ada anggota keluarga yang meninggal. Slametan kematian ini biasanya dilaksanakan mulai dari 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, “mendak pisan atau satu tahun”, “mendak pindo atau dua tahun” dan “uwis-uwisi atau nyewu atau 3 tahun”. Dalam slametan ini biasanya masyarakat memasak berbagai menu makanan dari nasi sampai lauk pauk serta jajan khas zaman dahulu seperti urah, pasung, apem, singkong rebus dan lain sebagainya.

3. Kerigan kuburan

Kerigan kuburan merupakan istilah jawa dari kerja bakti membersihkan makam. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap tahun menjelang bulan Ramadhan. Semua warga masyarakat yang ada di desa Pondokgebangsari antusias dalam kegiatan ini. Biasanya yang aktif mengikuti kerigan ini adalah warga laki-laki, namun sejak diperbolehkannya perempuan menjadi kepala dusun/kepala wilayah/bayan tak jarang pula warga perempuan yang ikut dalam kegiatan kerigan ini. Kerigan ini biasanya dilaksanakan seminggu sebelum memasuki bulan Ramadhan mulai pukul 06.00 sampai dengan selesai.

4. Kliwonan

Kliwonan adalah kegiatan mengunjungi makam atau berziarah/nyekar ke makam leluhur setiap hari Kamis wage sore. Sebagian masyarakat desa Pondokgebangsari rutin berziarah ke makam leluhur mereka setiap menjelang malam Jum’at kliwon. Mereka meyakini bahwa Jum’at kliwon merupakan hari yang istimewa sehingga banyak masyarakat yang antusias berziarah dengan tujuan mendoakan para arwah leluhur yang telah mendahului menghadap Sang Ilahi bukan untuk tujuan lainnya.

5. Resik

Resik dalam istilah jawa adalah berziarah ke makam leluhur. Resik dilakukan ketika seseorang akan memiliki hajat seperti menikahkan putra putrinya ataupun menyunati putranya. Resik juga dilakukan ketika akan memasuki bulan Ramadhan dan ketika menjelang Hari Raya Idhul Fitri.

6. Yatinan

Yatinan adalah kegiatan menyantuni anak yatim piatu setiap tanggal 10 muharam. Setiap memasuki bulan Muharam (suro) pemerintah desa bersama masyarakat desa bersama-sama melaksanakan santunan anak yatim. Tidak hanya anak yatim saja yang mendapat santunan berupa uang tunai ini, tetapi anak piatu juga. Santunan ini sudah berlangsung sejak lama dan dilaksanakan setiap tanggal 10 muharam. Pelaksanaan kegiatan ini tidak tertuju disatu tempat, kadang dilaksanakan di aula balai desa Pondokgebangsari dan terkadang juga dilaksanakan di mushola atau masjid sesuai kesepakatan bersama. Sumber santunan anak yatim ini berasal dari sumbangan masyarakat yang dikumpulkan menjadi satu dan kemudian diserahkan kepada anak yatim maupun piatu yang berhak mendapatkan.

7. Suran

Suran merupakan salah satu kegiatan slametan yang dilaksanakan di bulan Suro atau Muharam yang bertujuan untuk memperingati tahun baru Islam atau tahun baru hijriah. Biasanya kegiatan suran ini dilaksanakan di masing-masing RT dengan membuat nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauknya yang kemudian dibacakan doa dan dimakan bersama-sama.

8. Brokoih

Brokoih atau mbarokaih adalah istilah jawa dari tradisi slametan atau syukuran ketika anak-anaknya telah menikah semua dan telah memiliki anak semua. Brokoih biasanya dilakukan minimal 3 kali ketika semua anak-anaknya sudah menikah dan memiliki anak. Brokoih ini bertujuan sebagai ungkapan syukur dari orang tua yang bisa melihat anak-anaknya telah tumbuh dewasa, menikah dan memiliki anak. Brokoih ini memiliki makna tersirat supaya orang yang melaksanakan brokoih diberikan Kesehatan dan umur Panjang.

9. Munggah

Munggah adalah tradisi slametan ketika akan memasuki bulan Ramadhan. Biasanya munggah ini ditandai dengan membuat slametan berupa nasi tumpeng beserta lauk pauk dan dibawa ke mushola atau masjid ketika malam pertama tarawih di bulan Ramadhan. Munggah ini dilaksanakan setelah selesai sholat tarawih.

10.  Likuran

Likuran adalah tradisi slametan ketika memasuki tanggal 21 di bulan Ramadhan. Sama halnya seperti Munggah, likuran juga menyajikan nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauk dan dilaksanakan setelah selesai sholat tarawih.

11.   Muludan

Muludan adalah kegiatan memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW. Karena pelaksanaannya di bulan Mulud, maka masyarakat desa Pondokgebangsari lebih mengenal dengan istilah Muludan.

12.   Rajaban

Rajaban adalah kegiatan memperingati Isro Mi’roj Nabi Muhammad SAW. Masyarakat desa Pondokgebangsari biasa menyebut dengan istilah Rajaban karena peringatannya dilakukan pada bulan Rajab. Rajaban ini banyak dilakukan di berbagai tempat, baik mushola RT maupun masjid desa.

13.   Mitoni

Mitoni adalah tradisi tasyakuran ketika seorang perempuan hamil untuk pertama kalinya. Mitoni ini dilaksanakan saat kehamilan memasuki usia 4 bulan. Dalam tradisi mitoni ini dibacakan surat-surat dalam Al Qur’an seperti surat taubah sehingga sering disebut dengan istilah “tobatan”. Tobatan ini mengundang beberapa kerabat atau tetangga dengan jumlah ganjil seperti 5, 7, 9 atau 11 untuk membaca surat-surat tertentu dalam Al Qur’an. Ciri khas dalam tradisi mitoni ini adanya makanan khusus yaitu kupat dan lepet. Menurut mitos zaman dahulu, apabila lepet yang dibuat terasa asin maka bayi yang dikandung perempuan tersebut adalah laki-laki. Apabila lepet yang dibuat tidak berasa atau “anyeb” maka bayi yang dikandung berjenis kelamin perempuan. Itu menjadi tolak ukur di zaman dahulu karena zaman dahuu belum secanggih sekarang dengan adanya USG untuk mengetahui jenis kelamin si bayi.

14.   Keba

Keba adalah tradisi syukuran ketika kehamilan seorang perempuan memasuki usia tujuh bulan. Keba lebih beragam daripada mitoni. Dalam pelaksanaan keba, seorang perempuan akan dimandikan dengan bunga dan belut oleh seorang dukun bayi. Yang kemudian perempuan tersebut harus berganti kain atau “jarit” sebanyak 7 kali. Pada jarit yang terakhir merupakan jarit yang masih baru ataupun jarit yang diperoleh dari seserahan ketia perempuan tersebut menikah. Makanan yang disajikan dalam tradisi keba ini lebih beraneka ragam. Menu wajib adalah kupat dan lepet. Selanjutnya ada rujak, urab, ngrasul dan sebagainya. Dalam tradisi keba juga dilakukan tobatan. Namun dalam tobatan di bulan ke tujuh ini, disajikan beras beserta bunga, uang koin, telur ayam dan beberapa jamu-jamuan yang diletakkan di sebuah wadah dan diletakkan ditengah-tengah orang yang membaca Al Qur’an.

15.   Ndaweti

Ndaweti merupakan tradisi membagikan dawet kepada tetangga atau kerabat ketika kehamilan sudah memasuki usia 9 bulan namun sang bayi tak kunjung lahir.

16.   Puputan

Puputan adalah syukuran ketika bayi yang baru lahir sudah berusia 7 hari. Pada hari ke 7, biasanya bayi akan diberi nama dan dilakukan tasyakuran dengan mengundang tetangga dan kerabat. Pada hari ke 7 ini, bayi akan dimandikan dengan bunga dan beberapa benda lainnya oleh dukun bayi serta akan dibacakan doa-doa khusus oleh sang dukun bayi.

17.   Mbuyuti

Mbuyuti adalah kegiatan syukuran ketika seseorang mempunyai buyut. Hal ini dilakukan dengan harapan semoga “mbah buyut” atau sang nenek diberi umur panjang sehingga masih diberi kesempatan untuk melihat sang buyut. Tradisi ini dilaksanakan dengan memasak nasi beserta lauk pauk dan kemudian mengundang tetangga untuk berdoa serta makan bersama.

 

Bagikan :

Tambahkan Komentar Ke Twitter

Kebumen Terkini

Berikut 14 Ruas Jalan yang Tengah Dibangun Pemkab Kebumen
Tahun Ini KIE Ditiadakan, Diganti Expo Keagamaan
Peringati Hardiknas, Bupati Kebumen Upayakan Para Guru Honorer Diangkat PPPK
Peringati Hari Buruh, Bupati Kebumen Sebut Angka Penganguran Turun
Berkomitmen Majukan Pendidikan, Bupati Kebumen Raih Penghargaan Detik Jateng-Jogja Awards

Arsip Berita

Statistik Pengunjung

Polling 1

Polling 2